Kamis, 30 November 2017

Ada Hal yang Lebih Penting daripada Menjadi Orang yang Bahagia



Ada Hal yang Lebih Penting daripada Menjadi Orang yang Bahagia
== == == == == == === ==== ==== === ==== === ==== === ===
Sebagian besar waktu manusia mati-matian mengejar kebahagian, namun sebuah riset menunjukkan semakin manusia mengejar kebahagiaan maka semakin bahagia itu menjauh. Semakin manusia mencoba mendefenisikan apa kebahagiaan itu maka semakin sulit kebahagiaan itu tercapai.
Sejak kecil saya menjejali diri dengan bahagia jika bisa ini dan itu dan puncaknya ketika saya lulus menjadi PNS di Kemenlu dan saya harus jujur saya tidak bahagia. Semua rasanya sudah tercapai, usia muda, lulus kuliah cepat, prestasi sedari SD hingga kuliah, hingga pucaknya diterima menjadi diplomat. Di titik itu saya tidak merasakan keterpenuhan dalam hidup yang dapat membuat saya bahagia.
Apakah hanya saya yang merasakan hal ini?
Ternyata tidak karena setelah saya membuat pengakuan tentang hal tersebut, banyak rekan saya juga merasakan hal yang sama.
Meskipun di zaman sekarang milenials sudah memenuhi standar hidup layak seperti memiliki rumah, pekerjaan, bisa jalan-jalan dalam dan luar negeri, memiliki pasangan ideal, anak yang lucu-lucu, hingga memiliki aset namun banyak dari mereka merasakan kehampaan, kekosongan, dan tertekan. Untuk mengidap rasa seperti ini kita tidak harus mengidap depresi menurut tes lab dan pemeriksaan psikolog. Parahnya lagi milenials seperti ini bukanlah orang yang tidak bahagia namun mereka gagal menemukan ARTI keberadaan mereka di atas bumi. 
Lalu saya menekuni dunia psikologi baik lewat buku atau diskusi dengan psikolog dan psikiater. Kebahagiaan adalah sebuah kondisi yang menyenangkan dan nyaman yang bersifat sementara atau merasa nikmat dalam waktu tertentu. Kita bisa melihat ada orang merasa bahagia dengan nongkrong di kafe, ada yang bahagia dengan traveling, ada yang bahagia dengan berbelanja, bahkan ada yang bahagia dengan memberi kepada sesama.
Nah bagaimana jika hidup kita hanya kita habiskan untuk menikmati setiap hari obrolan di kafe hingga akhir hayat? Berkeliling dunia jalan-jalan hingga tua nantinya? Menghabiskan uang untuk menjejali diri dengan barang dan diskon di sebuah mall? Benarkah ini bahagia?
Ada sesuatu yang lebih penting yakni menemukan ARTI hidup. Menemukan arti dan tujuan hidup adalah mengerahkan diri untuk terikat pada suatu hal dan menghargai diri, mengerahkan kekuatan diri untuk melayani orang lain, mengembangkan potensi dalam diri untuk melayani sesama. Mereka yang menjalani hidup dengan sebuah tujuan lebih memiliki daya tahan lebih, menunjukkan performa yang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan, serta harapan hidup yang lebih panjang.
Semenjak itu saya mencoba membuktikan dan mencari jawaban dari orang-orang yang telah menemukan tujuan hidup lebih awal dan menanyakan resepnya. Orang-orang ini terlihat sederhana namun memiliki kekuatan dari sebuah sorot mata yang dapat memberi kekuatan dalam mengarungi hidup. Mereka pun datang dari berbagai latar belakang profesi.
Lalu dari buku-buku saya menemukan tokoh-tokoh besar. Nabi Muhammad, Mahatma Gandi, dan Mother Teresa hanyalah sebagian kecil nama-nama yang menyerahkan hidupnya untuk sebuah tujuan hidup. Siapa bilang hidup Nabi Muhammad selalu bahagia? Bagaimana dengan kerasnya kehidupan Gandi? Hingga Mother Teresa meninggalkan kenyamanan hidup melayani sesama demi sebuah tujuan hidup. Disinilah saya menemukan ada hal yang lebih penting daripada kebahagiaan dalam hidup ini. 
Jika pekerjaan belum memberikan peluang untuk menemukan tujuan hidup, alasan untuk menghidupi orang lain juga sebuah tujuan hidup. Seorang perawat yang bisa melayani pasien, seorang ibu merawat anaknya dengan baik, seorang ayah yang bertahan untuk mencari nafkah buat keluarga bisa menjadi sebuah tujuan hidup.
Karena bahagia datang dan pergi. Dan ketika hidup memberikan pengalaman manis dan pahit sebuah ARTI / tujuan hidup menjadi alasan mengapa kita masih tegar untuk bertahan dalam menjalani hidup 😇🙏

Karena Saya Mengidap Mengidap Bipolar Disorder

A confession of a Person with Bipolar Disorder - Pengakuan Pribadi "Saya mengidap Bipolar"


Menuliskan ini adalah sebagai tanggung jawab moral sebagai penerima beasiswa Australia Awards Scholarships dimana saya mempelajari dunia Special Education; Dunia orang-orang yang memiliki "kekhususan". Salah satu alasan saya mengambil jurusan ini dan mati-matian saya perjuangkan; saya banting STIR dari jurusan saya sebelumnya adalah saya memiliki gangguan jiwa.


Saya harus mengadvokasi orang-orang dengan gangguan jiwa dan masyarakat bahwa kami hanya butuh dianggap ada bukan untuk dikasihani. Lalu, saya maju mundur untuk menguak sisi gangguan jiwa saya, tapi ketika salah satu mata kuliah saya di Flinders membahas tentang bagaimana pendidik harus menguatkan anak-anak yang memiliki kekhususan agar berani menentukan mimpi mereka, berani memutuskan hal-hal krusial dalam hidup dan hidup mandiri. Lalu bagaimana saya bisa melakukan ini kalau saya bersembunyi dibalik gangguan jiwa saya dan tidak mau mengungkapnya sementara saya mendapatkan jatah dan fasilitas pada beasiswa ini karena 'kekhususan' saya.

BISMILLAH

Apakah saya mundur? Yah saya pernah berada di titik itu, meratapi hidup bak dunia sudah runtuh setelah vonis dokter tepatnya di tahun 2008 akhir. Lalu setelah berbulan-bulan konsultasi dengan psikiater dan dia bilang sampai kapan kamu bertanya WHY ME? WHY ME? Kenapa tidak mengubah pola pikir apa yang harus saya lakukan dengan gangguan jiwa ini. Nasehat ini bak strum bagi saya untuk bangkit.
Yah saya sudah cukup menyusahkan orang dengan keadaan seperti ini, lalu bagaimana kalau saya CUKUP untuk memperbaiki diri saja, tidak menjadi beban orang lain. SIMPEL. Mungkin orang lain berjuang meraih SyurgaNya Allah dengan bekerja keras, berhaji, berinfaq, berpuasa, NAH saya cukup bersabar saja dengan gangguan ini.
and the story goes......


Ini adalah pergolakan batin antara menulis atau tidak tentang anxiety disorder yang saya idap karena part disleksia sudah selesai dan tamat. Anxiety Disorder adalah salah satu dari gangguan jiwa yang ditandai dengan rasa cemas berlebih terhadap berbagai hal. 
STOP jangan berhenti disini! Setiap orang memiliki rasa cemas namun pengidap anxiety disorder melebihi ambang batas cemas orang normal. Hal sepele, saya sangat cemas saat akan keluar rumah – membayangkan keluar rumah saja saat masih menggeliat di pagi hari membuat otak saya berfikir seolah-olah terjadi perang dunia kalau keluar rumah, cemas berlebih saat di keramaian – saya merasa semua orang melihat saya dan memperhatikan saya hingga saya menunduk dan lebih sering memakai baju kaos yang dengan penutup kepala.


Gejala ini telah terlihat saat saya SMU, saya merasa tidak seperti anak-anak lainnya. Kenapa saya merasa cemas melewati pintu gerbang sekolah, kenapa saya merasa cemas saat berada di dalam kelas, merasa cemas barang-barang saya akan hilang, merasa tidak aman saat bepergian, takut berbicara dengan orang baru karena merasa dia adalah penjahat, dan ketika serangan cemas itu “kumat” saya bisa menarik diri tidak mau diajak bicara, tutup kamar, dan dunia terhenti.



Saya tidak memiliki minat untuk berbicara remeh temeh atau istilah orang obrolan ringan basa basi, saya tidak berminat bergaul dengan orang lain karena takut dimanfaatkan, dan masih banya gejala abnormal pada diri saya. Saya merasa saat itu harus ke psikiater, namun waktu itu saya masih duduk di bangku SMU belum memiliki uang untuk ke psikiater. Dengan terbatasnya informasi saat itu, sering saya dengar orang berkata “ke psikiater tuh buang-buang waktu dan uang saja”. Jadi apa benar?


Tepatnya saat saya mengalami depresi yang pernah saya tulis pada bagian sebelumnya dan saya ditangani psikiater dan psikolog di penghujung 2008. Saya akhirnya recovery dari depresi namun symptom cemas belum hilang dan saya tidak tahu membahasakan, ada apa ini? Lalu saya minta pada psikiater, dok apa nama gangguan yang saya alami. Lalu dia menuliskan rekomendasi agar saya di assesmen oleh psikolog. Biayanya mahal cuiy semua ini - yah semua harus dibayar demi sebuah obsesi menjadi orang "normal".
Beberapa sesi asesmen, dan hasilnya dianalisa psikolog, sampai saya mengejar-ngejar apa sudah selesai? Namun waktu yang dijanjikan sudah lewat juga, penantian berlanjut. Lalu saya datang ke klinik psikolog tersebut, dan dia minta saya menunggu hasilnya karena masih sementara dibuat lalu tibalah waktunya.



Perasaan yang saya sulit ungkapkan saat itu melihat hasil asesmen saya tepatnya 22 Juni 2009 di usia 24 tahun. Hasil assessment menunjukkan SARS (self-rating anxiety scale) saya melebihi batas normal. Saya harus minum obat apa biar sembuh? Tidak ada obat permanen yang menyembuhkan anxiety, kamu harus hidup sepanjang hayat, tegas psikolog.




Bu kok hasil asesmennya benar-benar menggambarkan diri saya selama ini, nah tesnya kan hanya tanya jawab sambil menggambar, main-main kartu, nyusun-nyusun puzzle, kok bisa tahu begini? Saya belajar 4 tahun lebih dan saya mengambil profesi tambahan jadi ini makanan saya, jawabnya. Lalu apa saya mengidap phobia sosial? Lalu saya tanya saya mengidap apa bu?

Sabtu, 25 November 2017

Alumni Hubungan Internasional Mengubah Haluan Karir menjadi Guru

Alumni Hubungan Internasional Unhas Makassar Terpanggil Menjadi Guru 





Jika kebanyakan sarjana pendidikan enggan menjadi guru dengan berbagai alasan termasuk merasa bahwa menjadi guru kerjaan rendahan tidak demikian bagi Arafat Arsyad. Menjalani profesi guru adalah sebuah panggilan jiwa dimana dia sudah sempat mencoba beberapa profesi yang berhubungan dengan latar belakang pendidikannya di universitas namun dia memilih menjadi guru karena merasa bahwa ada banyak manfaat positif yang bisa disebar kepada masyarakat melalui profesi guru.
Ketika masuk sebagai mahasiswa di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin bayangannya adalah bekerja sebagai diplomat di Kementerian Luar Negeri. Sebuah mimpi yang hampir dimiliki bagi mereka yang masuk di jurusan ini namun seiring berjalannya waktu dia sadar bahwa ada porsi yang terbatas dan kompetisi ketat menjadi seorang diplomat di negeri ini. Dia pun juga sadar menjadi diplomat harus memiliki keterampilan tertentu yang masih harus digali dari dirinya dan membutuhkan waktu untuk mencapai semua itu.
Dengan melihat realita ini ayah dari dua orang anak ini merasa harus lebih berbesar hati, lebih realistis dan lebih cerdas menentukan prioritas hidup bahwa ada hal yang lebih penting dari pada menjadi Duta Besar dalam versi Diplomat Indonesia menjadi Duta Besar untuk sesama yang membutuhkannya. Menjadi Duta Besar untuk sesama yang tanpa dibatasi ruang gerak kreatifitasnya karena menyadari pasar kerja yang bisa menyerap alumni Hubungan Internasional masih sangat segmented.
Mengapa Arafat ingin jadi guru?
Menjadi guru merupakan pilihan yang diambil secara sadar dan pertimabangan, dikarenakan rasa peduli yang besar terhadap keluarga dan juga kepentingan masyarakat menggeser ego pribadinya. Meskipun dia menyadari pasar kerja untuk alumni HI sangat besar peluangnya bagi Arafat dimana dia sempat bekerja di salah satu maskapai terbesar di negeri ini untuk penerbangan ke luar negeri ini, namun karena mengingat dia lebih menekankan faedah / unsur Guna diri di masyarakat sehingga dia lebih memilih jalan seperti saat ini dengan menjadi guru.
Arafat juga menyampaikan bahwa ilmu yang didapatkannya di bangku kuliah sangat bermanfaat dalam karirnya sebagai guru menurutnya menjadi guru juga Duta penyebar manfaat bagi siswa dan komunitas, meskipun dengan profesi guru keahlian dan bakat diplomasi tetap bisa tersalurkan.
Temukan cerita lengkapnya di

Kamis, 23 November 2017

Meniggalkan Pekerjaan Nyaman, Negara Maju, Sahabat dan Keluarga demi Sebuah Tujuan Hidup

Menjadi orang asing di suatu negara merupakan pengalaman berharga untuk dibagikan. Jika selama ini ini kita hanya melihat sisi asiknya tinggal di suatu negara dengan pemandangan, foto jalan jalan-jalan, dan serunya di suatu negara ada sisi yang jarang terungkap yakni bagaimana cara bertahan di suatu negara.

Carl, pria keturunan Amerika yang sudah bekerja di Indonesia sembari belajar Bahasa Indonesia untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa lokal setempat.


Meninggalkan comfort zone adalah jawaban mengapa memilih perkerjaan yang Carl jalani saat ini dan tinggal di Indonesia. Sebuah pekerjaan di Amerika dengan gaji memadai dan pada periode tertentu sudah bisa ditebak kebutuhan materi yang memadai namun Carl memilih meninggalkan pekerjaan di negara tempat kelahirannya. Meninggalkan keluarga dan sahabat di Amerika sebuah harga yang harus dibayar lalu bagaimana ayah satu anak ini mampu bertahan di negara rantau?


Mengerjakan hal yang saya sukai, jawab Carl. Hal yang dia sukai adalah mempelajari Alkitab inilah yang mengalahkan keinginannya untuk tetap berada dalam zona nyaman di Amerika dimana pekerjaan yang telah mengalahkan ego saja dimana kebanyakan orang tidak ingin meninggalkan zona nyaman. Dia menyadari kecintaannya mempelajari Alkitab dan dia menemukan di belahan dunia lain tak memiliki kesempatan membaca Alkitab dalam versi bahasa lain sementara di negaranya sudah sangat lengkap sehingga tidak 'menantang' lagi baginya. Yang dibutuhkan di Amerika sudah lengkap dan tuntas.



Ketertarikannya mempelajari Alkitab ditempuh lewat jenjang sekolah setingkat bachelor selama 3 tahun setengah. Kecintaannya pada pekerjaan ini dapat dilihat dengan pernyataannya bahwa dia ingin orang lain merasakan sebuah rasa yang tidak dirasakan sebelumnya sebelum dia mempelajari Alkitab dan dia ingin orang lain juga merasakan hal tersebut. Dia merasakan kepuasan, ketenangan, dan kedamaian dalam pekerjaan melayani orang lain.


Perjuangan untuk menikmati pekerjaan saat ini dimulai ketika dia harus meninggalkan pekerjaan yang aman dari segi finansial dan masa depan cerah di Amerika lalu di memutuskan masuk kampus dan setelah menyelesaikan pendidikannya dia mengunjugi sebuah negara di Afrika untuk melihat belahan dunia lain. Sebuah tempat yang memberinya pelajaran. Pelajaran untuk terus mencari dan akhirnya dia melakukan observasi tentang negara yang menjadi tujuan pekerjaannya dan ditemukanlah Indonesia. Baginya, Indonesia masih membutuhkan keahliannya.


Hidup di negeri rantau memiliki tantangan tersendiri bagi Carl yakni ketika menjadi orang tua di negara ini karena anak pertamanya lahir di Indonesia. Tak ada sahabat, teman dan keluarga meskipun dia memiliki teman di Indonesia namun rasa yang amat berbeda dengan mereka yang dirindukannya di Amerika. Dukungan dari teman, sahabat, dan keluarga demi pekerjaan yang dicintainya dimana harus dibayar dengan pengalaman yang sangat berharga. Dia mengaku ada saat dia sedih hingga menangis layaknya yang saya sampaikan saat berada di Australia saat menyelesaikan pendidikan.

Mengembalikan kepada tujuan awal "Mengapa Saya Berada Disini" adalah obat mujarab ketika berbagai tantangan pekerjaan dan kondisi sekitar tak bersahabat. Carl mengakui dalam pekerjaan selalu ada masalah namun dengan mengembalikan kepada tujuan awal kita berada disini akan membuat masalah menjadi jelas arah solusinya.

Tantangan lainnya hidup di Indonesia adalah banyak hal-hal yang dianggap normal di Indonesia dimana Carl belum mampu untuk mencari solusinya. Ada kejadian dimana untuk menyelesaikan masalah tak ada petunjuk jelas bagaimana menyelesaikannya. Hal ini bisa dimaklumi karena Carl berasal dari negara dimana segala sesuatu sangat jelas petunjuknya dimana ketika kita mengalami masalah ada aturan apa yang semestinya dilakukan. Di Indonesia pun ada aturan tersebut namun masih banyak 'unwritten rules' dalam menegakkan sebuah aturan.


Tinggal di Indonesia selama dua tahun lebih memiliki cerita tersendiri baginya, terlebih buah hatinya lahir di Indonesia, hidup di Indonesia, menghirup udara di Indonesia dengan kewarganegaraan Amerika. Anaknya telah menjalani budaya Indonesia namun kewarganegaraannya adalah Amerika. Raut wajah sedih terlihat dimata Carl saat mengakhiri obrolan kami.


Thanks to Carl who has shared his wonderful experience during his stay in Indonesia. I do hope you enjoy Indonesia and your positive spirit can be shared.

Senin, 20 November 2017

Ketika Hidup Tak Memberi Pilihan untuk Sebuah Passion - Cerita Perempuan Desa Kapopo

Cerita Perempuan dari Desa Kapopo
===========================
Adalah ibu Ani, seorang single mother yang ditinggal mati oleh sang suami yang saat ini berdomisili di Desa Kapopo Ngata Baru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang telah membuka mata saya bagaimana sebuah kemiskinan merupakan mata rantai  panjang dan membuat saya melihat hal tersebut merupakan proses terstruktur di negeri ini. Hal ini tidak akan saya bahas panjang lebar karena bukan bagian ini yang ingin saya ceritakan.
Ada sebuah amanah dari sahabat saya di Australia yang berketurunan Arab Saudi untuk memberikan zakat malnya kepada mustahiq di Indonesia. Dia memastikan bahwa orang miskin yang harus kamu berikan uang ini adalah betul-betul miskin lalu saya berselancar di internet apa saja kategori miskin dalam Islam dan saya menemukan orang-orang di sekitar saya belum ada yang memenuhi syarat ini.
Lalu saya kabarkan kepadanya yah sebut saja namanya Hakamy. Hakamy menyarankan "Go outside your place that you usually go" dan saya mengiklankan di sebuah grup facebook ternama di Kota Palu bahwa saya mencari sekitar 10 orang yang masuk kategori miskin karena ini bukan uang saya dimana saya bisa memberikan kepada siapa yang menurut perasaan saya miskin. 
Adalah hal aneh bagi sebagian orang bahwa ada yang ingin memberi donasi namun mengiklankannya. Ada yang merespon lewat direct message ke saya namun ketika ingin bertemu dan saya minta nomor HP merasa saya adalah penipu. Amat sangat wajar, saya memahami hal tersebut.
Lalu senior saya di Bahasa Inggris, Untad, membaca iklan tersebut dan mengajak saya ke Desa Kapopo dimana awalnya hanya berbekal nomor HPnya dan saya tidak tahu bahwa dia  senior saya. Berbekal nomor HP tersebut saya menghubungi dan kami bertemu dan akhirnya kami tahu bahwa kita pernah sekampus dan dipertemukan disini dalam sebuah amanah orang.
Dia menunjukkan dimana Ibu Ani tinggal lalu kami berikan donasi uang yang sudah diamplopkan. Mendatangi rumah bu Ani merupakan pengalaman tak terlupakan bagi saya dimana saat itu saya terfikir akan ada wajah memelas akan saya hadapi dan dengan rasa PD saya akan hal itu namun fakta yang saya temui berbeda.
Seorang ibu dengan pengalaman atas kerasnya hidup menjadi tulang punggung keluarga dan tak ada rasa ingin dibelaskasihani. Anak yang sekarang menemaninya adalah kekuatannya sementara 3 anaknya yang lain telah menikah di usia muda. Kebanyakan muda-mudi di desa ini menikah di usia belasan dan hanya menamatkan pendidikan SD. Alhamdulillah anak yang masih menemaninya saat ini sudah masuk di MTS lalu demi menyambung hidup dan anaknya, dia tak ada pilihan selain masuk ke hutan mencari kayu bakar atau membuat arang yang kita tahu pekerjaan menebang pohon dan membuat menjadi arang adalah pekerjaan lelaki.
Ketika hidup tak menawarkan sebuah pilihan masihkan kita mencari yang namanya passion dalam pekerjaan? Adakah passion di dalam kepala ibu Ani? Adalah tujuan hidup untuk membiayai keluarga dan anaknya sebagai single parent mengalahkan passion dan ibu Ani tak akan mengerti konsep passion yang selalu saya gaungkan selama ini.

5 Lima Hal yang Harus Kamu Lakukan Saat Terdiagnosa Gangguan Jiwa

Saya tertarik dan terpanggil menuliskan ini karena masih tabu membahas dan mengakui kalau seseorang memiliki gangguan jiwa di negara kita. Namun alhamdulillah saya mendapat penanganan yang baik dari psikiater, psikolog, counselor, mentor, dan advisor selama di Australia karena saya mengidap gangguan cemas (bipolar). Ditambah lagi saya memang mempelajari sedikit tentang hal ini ketika masuk di bangku kuliah di Australia. Yah yang belum tahu apa bipolar yah googling aja atau intinya saya sespektrum sama Pesinetron Marhanda.
Nah inilah 5 hal yang bisa kamu lakukan 
1. Meminta Bantuan ke Psikolog, Counselor, atau Psikiater
Anda tidak sanggup mengurai masalah dalam diri tanpa meminta bantuan profesional. Lalu kenapa harus ke profesional karena jika Anda berbagi cerita dengan orang umum mereka pada umumnya belum memiliki pengetahuan tentang gangguan jiwa ditambah lagi kebanyakan orang-orang ini memiliki kepentingan dengan Anda. Sebagai contoh, Anda depresi dengan pekerjaan yang terlalu berat buat Anda lalu curhat ke orang tua mungkin orang tua menyarankan kamu sabar yah nak! cari kerja susah kamu jalani aja!
2. Melakukan upaya pengobatan bisa dengan obat klinis dan terapi perilaku yang dirancang oleh psikolog
Upaya pengobatan ini yang sedikit memakan biaya karena obat klinis dengan khasiat yang bagus memang merogoh kocek namun apa kita membiarkan hidup berantakan? Pay it or Enjoy the mental health problem. 
Lalu apa bisa kita merancang terapi buat diri sendiri? Nah amat sangat mungkin namun Anda butuh kontrol orang lain apakah terapi berefek. Ibaratnya kayak begini Anda ingin lepas dari kecanduan menonton TV, nah menonton TV sesuatu yang Anda sukai lalu Anda rancang sendiri terapi perilakunya lalu Anda evaluasi, nah saya rasa butuh komitmen kuat dan Anda sepertinya sudah bisa masuk kategori 'malaikat' jika sukses. hahaha
3. Mengedukasi diri sendiri, keluarga, teman dan lingkungan kerja
Anda butuh untuk dimengerti oleh orang lain namun bagaimana Anda bisa menyampaikannya jika Anda hanya menerka-nerka tanpa pengetahuan. Keluarga dan teman kita bukan paranormal jadi mereka tidak akan mengerti kalau Anda tidak berikan pemahaman. Perkara mereka menerima atau tidak that's theirs not ours.
4. Menemukan potensi diri
Temukan kekuatan Anda dan hal yang paling Anda ingin capai dalam hidup ini. Temukan hasrat hidup Anda yang membuat Anda tiap pagi bangun dengan semangat ketika mengingatnya. Potensi bisa apa saja. Potensi seorang ibu yang baik adalah mendidik dan merawat anaknya, seorang guru bagaimana menularkan ilmu ke siswa, menjadi pelayan masyarakat yang baik sehingga Anda merasa dibutuhkan dan pembeda dari orang lain. 
5. Hiduplah dengan Versi Anda karena ini adalah proses berdamai dengan masa lalu dan penerimaan diri
Memiliki gangguan jiwa hendaknya membuat Anda bijak bahwa apa yang baik bagi orang lain belum tentu baik buat saya. Mungkin orang lain bahagia dengan cara demikian demikian namun Anda memiliki cara menikmati bahagia Anda.



Sabtu, 18 November 2017

Budaya Bali dan Hindu Subur Lestari di Parigi Sulawesi Tengah

Menelusuri Kampung Suli di Kecamatan Balinggi, Parigi Moutong kita seakan dimanjakan dengan pemandangan di Pulau Dewata Bali. Tempat ibadah di depan rumah dengan ukiran khas Bali, pagar, dan tempat ibadah yang disebut banjar ada di dusun ini. Ditambah lagi pemandangan berupa pematang sawah nan hijau menghiasi wilayah ini dimana sebagian besar orang Bali memang menekuni sektor pertanian.






Diperkirakan ada sekitar 60 persen Etnis Bali mendiami Kabupaten Parigi Moutong dimana mereka masih melestarikan budaya Bali hampir secara keseluruhan termasuk mendirikan banjar, merayakan upacara Kuningan serta tradisi Ogo-Ogo saat Nyepi masih dengan mudah kita lihat. Di Kampung Suli inilah etnis Bali membuat perkampungan sehingga bisa dilihat di setiap rumah memiliki tempat ibadah khas Orang Bali dan rumah bernuansa arsitek Bali.



Semenjak kapan Etnis Bali mendiami Kabupaten Parigi Moutong?

Menurut catatan sejarah,  jauh sebelum program transmigrasi pemerintah ke wilayah Parigi, Etnis Bali sudah mendiami wilayah ini. Menurut penuturan Pak Made yang sempat saya temui, kedatangan etnis Bali dimulai sejak zaman kolonial dimana ada belasan orang Bali yang dibuang ke wilayah ini. Nah orang-orang Bali inilah yang akhirnya berhasil bertahan hingga mengajak anggota keluarga lainnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Parigi.




Pak Made yang asli berasal dan lahir di Bali pada tahun 1949 lalu berpindah ke Parigi pada usia 20 tahun. Sampai saat ini semua saudara-saudaranya sudah bermukim di Parigi sehingga tidak ada lagi tradisi mudik bagi Orang Bali di Parigi. Sekilas kita amati, orang-orang Bali di Parigi masih menggunakan Bahasa Bali, namun ketika berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia masih ada aksen khas Bali layaknya orang Bali di Pulau Bali.

Apakah ada hambatan menjalankan ibadah dan melestarikan budaya Bali yang sangat khas layaknya di Pulau Dewata?


Dia mengatakan seluruh kebiasaannya sebagai umat Hindu di Bali dapat dia laksanakan di Parigi seperti sembahyang di pagi, siang, dan saat sore hari beserta meletakkan sesajen. Semua budaya Bali tumbuh subur dan lestari di Parigi. Kekhawatiran akan hidup berdampingan dengan Muslim di Parigi bagi etnis Bali sama sekali tidak ada. Mereka saling membantu dan menjaga keamanan untuk setiap perayaan keagamaan. Ketertarikan Pak Made datang ke Parigi karena informasi prospek pertanian yang bagus di Parigi, dimana setiap orang Bali yang merasakan sukses di Parigi mengajak keluarganya di Parigi.







Setiap budaya Bali dan Hindu dilestarikan oleh setiap orang Bali di Parigi. Bahkan ada beberapa anggota dewan dari etnis Bali yang duduk di legislatif. Indahnya kebersamaan dan kerukunan di Tanah Parigi layak jadi contoh bagi wilayah lain di Indonesia.




Jumat, 17 November 2017

Penyebab Seseorang Gagal Menemukan Potensi Diri

Ketika Millenials Galau dengan Potensi Dirinya

=============================================================================
Saya dan dua orang saudara laki-laki lainnya memiliki minat dan potensi berbeda namun saya bersyukur kami dilahirkan dalam keluarga yang membiarkan kami berkembang sesuai dengan potensi dan keunikan masing-masing. Kakak saya yang bernama Syaifullah sangat jago dalam bisnis dan dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam membicarakan bisnis dan kakak saya Aminullah sangat mahir dengan analisa politiknya serta saya dengan petualangan beasiswa, masuk kampus, dan jalan-jalan dalam dan luar negeri.


Adalah kesalahan terbesar jika orang tua mendikte kami harus menjadi apa dan tentunya kami tidak bisa seperti sekarang ini. Kami bertiga memang tak bisa diukur dengan rumah, gaji banyak, popularitas, jabatan dan atribut lainnya namun kami merasa merayakan hidup setiap hari. Setiap hari kami 'mengoceh' dengan jualan kami: saya dengan traveling dan scholarship career, lalu keduanya dengan analisa prospek bisnis masa depan dan politik masa depan.
"Keunikan dan potensi yang kita miliki membuat kita stand out dan looks difference from others"
Saya menemukan satu benang merah yang ditanamkan orang tua yang bersifat umum bagi ketiga anak lelakinya yakni apapun profesi yang kamu tekuni menempatkan Allah diatas segalanya dan menjadi Hamba Allah. Inilah yang mati-matian diajarkan kepada kami dari sejak lahir hingga saat ini. 
Menekuni hal yang kami senangi dan kami tidak membutuhkan motivator untuk menjadi ahli di bidang yang kami senangi.



Motivator terbesar dalam hidup kita adalah diri kita sendiri. Mereka yang membutuhkan motivasi dari orang lain kemungkinan besar tidak menekuni bidang yang disukai. Mereka yang menemukan potensinya secara psikologis lebih bahagia dan memiliki umur panjang. Orang akan merasakan up and down hingga demotivated karena menekuni hal yang membosankan dan tidak menemukan sisi kekuatan dirinya disana.
Keunikan dan potensi seseorang kenapa bisa hilang? Karena kemungkinan lingkungan memberikan defenisi sukses yang berbeda dengan potensi dan keunikannya sehingga seseorang larut dalam definisi sukses yang didikte oleh diri sendiri dan orang lain sehingga potensi itu makin kabur. Membiarkan orang lain mendefinisikan diri Anda adalah petaka. Beranilah mengatakan saya beda dan cobalah berfikir di luar dari orang pikirkan!
Manusiakan diri Anda sebagai manusia karena kita beda dan mari merayakan keunikan dan perbedaan kita hingga kita menemukan kesamaan bahwa kita semua memang TIDAK NORMAL.

Rabu, 15 November 2017

Lebih Enak Jadi Cingkranges di Australia

Merasa Lebih Nyaman sebagai 'cingkrangers' di Australia ketimbang di Indonesia 
==========================================
Disebut sebagai kaum 'cingkrangers' dan 'jenggoters' membuat Arham merasa kadang sedih karena hal tersebut membuat sekat dan lebih sedihnya lagi justru hal tersebut dilakukan oleh orang terdekat entah di keluarga dan lingkungan kerja. Pria yang menyelesaikan pendidikan akhirnya di sebuah kampus di Australia dengan jurusan Master of Arts in Teaching English as a Second Language MA (TESOL) melalui beasiswa LPDP Batch 10 ini memaparkan uneg-unegnya. 


Arham kini telah kembali ke Indonesia dan siap berbagi pengalamannya selama dua tahun di Australia tentang bagaimana perlakuan orang-orang di Australia dengan style cingkrangers dan jenggoters. Di Indonesia memang menurut Arham yang kesehariannya bekerja sebagai pengajar di International Education Centre (IEDUC) Bandung ada perasaan tak mengenakkan menjadi cingkrangers namun justru di negeri kangguru tidak ada yang pernah menyinggung dan mempermasalahkan hal tersebut dengan tampilannya.
Arham juga menambahkan di Australia orang tidak peduli dengan pilihan apa yang kita tampilkan. Most Aussie think that whatever you wear is your business, not mine and others's. Entah itu di lingkungan tetangga, sesama teman-teman dari Indonesia, teman sekampus, hingga dosen di Australia tidak pernah menunjukkan respon negatif dengan pilihannya menjadi cingkrangers dan jenggoters. 
Di Indonesia Arham mengakui tantangannya menjadi berat sehingga sudah mulai terbiasa dengan perlakuan orang terhadap dirinya jadi baginya tak ada masalah. 
Apakah ada ketakutan sebagai cingkrangers sebelum menjejakkan kaki di Negeri Kangguru?
Untuk hal ini Arham telah mencari informasi sebelum berangkat ke Australia dan dia memperoleh informasi dimana umumnya orang Australia tidak mempermasalahkan tampilan dan diperkuat bahwa menolak bersalaman dengan lawan jenis adalah hal umum di Australia dimana memang banyak mahasiswa Timur Tengah di Australia. 
Ada saat Arham harus sedikit berjuang untuk menolak bersalaman ketika lawan jenis mengulurkan tangan dengan cara menolak dengan sopan dan senyum dan cukup meletakkan dua tangan di depan dada. Yah masyarakat Australia sudah terbiasa hidup dengan masyarakat multikultur tanpa memaksakan setiap orang harus sama. 
Arham juga mengakui ada banyak sekali para cingkrangers di Australia sehingga dirinya merasa tetap menjadi cingkrangers bukanlah hal istimewa di negeri kangguru. Jadi Australia menunggu Anda para cingkrangers Indonesia 😇

Jumat, 10 November 2017

Jalan Panjang Santri Gontor menuju Australia


=================================================
Edisi penutup ini Agung Purnomo akan berbagi cerita bagaimana proses pembelajaran Bahasa Inggris di Pesantren Gontor yang mampu menggemblengnya mencapai target Bahasa Inggris untuk melamar beasiswa ke luar negeri. Bagi saya mencapai target Bahasa Inggris yang cukup untuk melamar beasiswa hanya dengan bekal dari sekolah setingkat SMU dimana saya seorang alumni jurusan Bahasa Inggris lalu saya masih membutuhkan waktu untuk les Bahasa Inggris lagi setelah menyelesaikan kuliah untuk mendaftar beasiswa adalah hal istimewa.

Nah kali ini Agung memaparkan Bagaimana Gontor mengajarkan Bahasa Inggris. Menurut Agung yang menjadi keunggulan Gontor adalah lingkungan yang mendukung untuk terus belajar Bahasa Inggris dan tenaga pengajar yang profesional. Lingkungan di Gontor mendukung santri untuk berkompetisi dan kompetensi yang diajarkan benar-benar terstandar. Cara mengajar para guru dan guru itu sendiri memang berbeda.
Diantara kegiatan yang mendukung Bahasa Inggris bagi Agung ialah santri-santri ketika berada di Gontor diberikan keleluasaan mendirikan Klub Bahasa Inggris dan para pengurus berhak merekrut anggota-anggota baru. Nah, jika Anda datang ke Gontor maka akan banyak klub bahasa termasuk Bahasa Inggris sehingga hal ini membuat santri termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris. Disamping itu, setiap sekali dalam dua minggu santri diwajibkan untuk praktek public speaking.
Kegiatan lain yang mendukung Bahasa Inggris santri dengan diadakannya Kontes Bahasa dan Open Debate yang dikelola oleh santri dan untuk santri. Selain itu ada penampilan seni drama dalam Bahasa Inggris yang ditampilkan santri. Pengajar dalam hal ini biasa disebut ustadz di pesantren hanya mensupervisi program-program santri. 
Kegiatan lain yang paling mendukung Bahasa Inggris santri adalah diwajibkannya mempraktekkan Bahasa Inggris selama dua minggu 24 jam. Nah jika ada yang tidak berbahasa Inggris maka akan dilaporkan ke Lembaga Penegak Bahasa dimana mereka yang melanggar akan disidang setelah shalat magrib. Mereka yang berbahasa daerah dalam kurun waktu tersebut akan mendapatkan 'siksaan' yang lebih berat. Nah hal inilah yang membuat santri-santri terdorong untuk meningkatkan keterampilan Bahasa Inggris mereka.
Untuk Pengajar Bahasa Inggris sendiri menurut Agung sangat bervariasi bahkan ada pengajar tamatan kampus di Eropa. Yang menggelitik saya apakah seorang alumni Eropa mau digaji dengan pas-pasan dimana sudah umum dilakukan di sekolah Islam. Ternyata Gontor sangat menghargai pengabdian alumni luar negeri tersebut dengan memenuhi semua kebutuhan selama mengajar di Gontor termasuk tunjangan untuk anak dan istri. Tambahan dari Agung bahwa Pondok ini termasuk sangat bermurah hati memberikan layanan-layanan kepada para pengajar.
Bukan hanya itu Gontor juga unggul di Bahasa Arab, kedisiplinan siswa, Seni dan Dakwah maka tidak mengherankan jika Gontor juga sudah menerima siswa dari luar negeri.
A million thanks to Agung Purnomo, an Australia Awards Recipient currently works for Indonesian Immigration Office, who has shared his valuable experience that worthed to be learnt 

Kerasnya Kehidupan Santri Gontor yang Membawahnya meraih mimpi kuliah di Australia


==============================================
Jika sebagian orang enggan menitipkan pendidikan anak di pondok pesantren karena akan tertinggal dengan persaingan kerja namun hal itu ditepis oleh pembuktian Agung Purnomo yang berhasil menjadi PNS di Kantor Imigrasi hingga menyelesaikan study di jurusan Master Public Administration di Flinders.
Nah, pertanyaan yang menggelitik kita adalah bagaimana model penempaan dan pendidikan di Pesantren Gontor?
Kali ini Agung akan berbagi kisah bagaimana hari-harinya di Pesantren Gontor. Ia mengakui hari-hari pertama di pondok tidaklah mudah baginya untuk bertahan dimana situasi yang dibentuk mengharuskan santri untuk berkompetisi.
Yah sebuah kompetisi menempati kursi yang terbatas menjadi santri Gontor dimana terdapat 2.000 lebih pendaftar hingga sekitar 1.000 santri yang bertahan. Agung juga harus merelakan lebih banyak waktu untuk menamatkan SMU. Di kala anak seumurannya sedang senang-senangnya melewati hari di sekolah umum biasa namun Agung harus merelakan masa terindah untuk berjuang agar bisa menyelesaikan pendidikan agar 'selamat' dari kawah candradimuka.
Ditambah lagi setelah menyelesaikan pendidikan di Gontor Agung harus mengabdi satu tahun dengan menjadi guru sehingga jika ditotal waktu study SMUnya sebanyak 5 tahun. Agung mengakui inilah pengorbanan dimana 2 tahun lebih banyak dibanding siswa SMU umumnya.
Pria yang selama berada di Gontor masuk dalam angkatan Lez Bluess Azzavirtium di tahun 2004 ini mengakui perjuangan yang keras selama di pondok akhirnya membuahkan hasil. Sebuah hasil yang luar biasa dimana saat mendaftar di Akademi Imigrasi Indonesia dirinya dinyatakan lulus pada percobaan kali pertama. Yah tepatnya 3 bulan setelah meninggalkan Gontor.
Bagaimana detil pembelajaran Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Gontor hingga mengantarkan Agung ke Negeri Kangguru? Nantikan lanjutannya di kesempatan mendatang



Perjuangan Alumni Gontor Menembus Ketatnya Persaingan Beasiswa Australia Awards

Perjuangan Alumni Gontor menembus Ketatnya Persaingan Beasiswa Australia Awards
=========================================
Agung Purnomo, Pegawai Kantor Imigrasi, yang meraih beasiswa Australia Awards harus melalui proses kegagalan dua kali dan baru berhasil mendapatkan beasiswa ini pada percobaan yang ketiga. Sebagai alumni Gontor yang sudah memiliki nilai Bahasa Inggris yang cukup untuk melamar beasiswa ke luar negeri pun masih harus berjuang dan berkompetisi dengan lebih dari 3000 pelamar.

Jika kita telisik nilai Bahasa Inggris Agung sapaan akrabnya sudah cukup dan profesi sebagai PNS Imigrasi sudah memiliki bargaining position di mata pemberi beasiswa namun dia harus gagal tanpa masuk ke tahapan wawancara. 
Setelah Agung memikirkan mengapa dua kali lamaran beasiswanya gagal dia mencari tahu apa yang diinginkan pemberi beasiswa karena setiap pemberi beasiswa memiliki target yang diinginkan untuk penerima beasiswanya. Nilai Bahasa Inggris yang cukup dan kerjaan yang 'menjual' masih harus dipoles karena ketatnya memperebutkan kursi beasiswa yang sangat terbatas. Dia mencoba menempatkan diri sebagai pemberi beasiswa dan apa yang diinginkan sponsor tersebut. Inilah strategi yang tidak dilakukannya pada aplikasi beasiswa sebelumnya.
Selama berjuang mengejar beasiswa Agung hanya fokus melamar beasiswa Australia Awards 3 kali berturut-turut tanpa melirik beasiswa yang lainnya. Pria yang sempat menjadi Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Australia Flinders University ini merasa bersyukur karena kantornya sangat memudahkan proses mengajukan lamaran beasiswa.
Nantikan Kisah Penempaan Agung di Pesantren Gontor hingga mampu mencapai nilai Bahasa Inggris yang cukup untuk melamar beasiswa ke luar negeri pada kesempatan mendatang

Gerakan Donasi Penghafal Qur'an Yatim / Berprestasi

Bismillah THE VOLUNTEERS adalah komunitas yang bergerak dalam dunia Islam dan kemanusiaan. Kali ini kami memperkenalkan program kami khusus...