Minggu, 26 Januari 2014

Adjustment Time in Australia

Ketika menginjakkan kaki di Adelaide dan menikmati 'keajaiban - keajaiban' kecil dan besar saya sangat menikmati semuanya secara keseluruhan. Namun di balik semua itu saya membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri 'adjust' dengan sebuah budaya baru yang bisa dikatakan sangat berbeda dengan apa yang saya jalani di daerah saya. Beruntungnya dengan pembekalan pada program Pre-Departure Training di IALF Denpasar menjadi penunjang bagi saya bahwa saya butuh waktu untuk beradaptasi. Intinya bagi saya jangan terlalu kaku dengan hal hal baru dan jangan terlalu  excited karena di satu titik kita akan jenuh dengan semua "keajaiban-keajaiban" ini dan merindukan kembali serta ada rasa ingin kembali ke tanah air. Jadi intinya diperlukan untuk mengendalikan emosi yang yang memang naik turun namun harus dibarengi sedikit pengenalan tentang apa yang sedang kita hadapi.

Kecemasan adalah salah satu yang bisa menimpa siapa saja terutama bagi kita yang mempunyai tujuan study di luar negeri. Cemas mencari tempat yang tepat, memilih provider telpon, bertemu orang-orang baru dalam waktu bersamaan serta cemas tentang bagaimana situasi akademik di Australia. Semua awardee merasakan cemas namun tiap orang memiliki kadar kecemasan yang berbeda dan sangat bergantung dengan bagaimana kita menyikapi kecemasan tersebut.

Hal menarik lainnya dalah keteraturan hidup orang-orang Australia dalam menjalani hidup sehari-hari membuat kita terkagum-kagum namun di satu titik saya pribadi  jenuh dengan hidup yang sangat teratur dan mapan saya merasa membutuhkan sedikit 'tantangan' apa yang  sering saya alami di Indonesia.

Masa-masa membandingkan antara fasilitas dan kehidupan di Australia adalah topik hangat setiap awardee yang baru menginjakkan kaki di negeri kangguru. Saya pun demikian, namun saya masih tetap di dalam hati merindukan hidup yang sedikit 'careless' ala Indonesia. berbahagialah seadanya karena di satu waktu kita akan bosan dengan kehidupan seperti ini dan mengharapkan lagi hidup seperti di Indonesia
Berikut beberapa coretan menarik kejadian yang saya amati:

  1. Toilet 
    merupakan perkara 'besar' bagi kami yang muslim dari Indonesia karena di toilet tidak tersedia air untuk membasuh dan mencuci setelah buang air sehingga cara mengakalinya adalah buang air besarlah saat di rumah serta siapkan ember untuk menampung air untuk cebok di toilet karena di tempat umum tidak akan pernah kita dapatkan.
  1. Saat summer siang lebih panjang dan saya haruse terbiasa untuk sholat magrib jam 20.35 karena matahari baru tebenam menjelang pukul 21.00 setiap hari namun subuhnya tetap di jam 04.45. Awal-awal kedatangan saya selalu tidur diatas jam 12 dan telat bangun subuh namun berkat penyesuaian yang baik perlahan-lahan saya tidur sebelum pukul 23.00 setiap malam demi mempersiapkan sholat shubuh tepat waktu.
  2. Setiap melakukan perjalanan saya menggunakan metro sejenis Trans Jakarta di Indonesia namun keadaannya sangat nyaman dan tidak sesak sehingga hampir sebagian penduduk Australia menggunakan transportasi umum hal ini terbalik di Indonesia dimana pemilik kendaraan pribadi lebih tinggi dibanding yang menggunakan transportasi umum terutama di Kota Palu tempat asal saya.
  3. Pantai di Australia, 
    Saya salah  persepsi mengenai pantai di Indonesia lebih cantik dari pada pantai di Australia. Ternyata Pantai di Australia sangat indah dan pasirnya bersih putih lautnya bersih jadi kalau ngomongin pantai ke bule-bule Aussie gak perlu berlebih karena di kampung mereka juga ada kok. Saya lalu berfikir kalau bule-bule Australia senang berlibur di pantai di Kuta Bali lalu apa yang mereka cari? teman saya seorang bule Aussie mengatakan 'freedom' yah bisa kita katakan Bali itu surganya kebebasan bagi bule-bule. 
  4. Kalau di Indonesia saya sangat alergi kalau ada pria yang pake lotion, SPF, dan sun blcok dan sejeknisnya nah di Australia saya harus pakai karena kulit saya akan pecah-pecah dan kering jika tanpa memakai sun block ditambah lagi kaca mata untuk menghindari panasnya terik matahari saat summer. Jadi orang pakai kacamata hitam di luar negeri itu ternyata bukan gaya-gayaan hehehe
  5. Lunch Box, 
    Di Indonesia kita akan jarang menemukan pria-pria membawa lunch box ke kampus namun di Australia membawah bekal untuk makan siang dan ditenteng sana sini jadi sebuah gaya hidup. Kalaupun mungkin ada pria Indonesia yang bawah lunch box di Indonesia mungkin diumpetin di tas namun di Australia ini adalah hal wajar membawah makanan dari rumah dan kita bisa makan bareng dengan teman-teman di taman sambil melihat orang lalu lalang atau di kantin. Saya lebih menikmati di taman yang sangat windy dan nyaman melihat orang sibuk ke sana kemari.
  6. Belanja dadakan di warung-warung dekat rumah hanya bisa kita lakukan di Indonesia karena di Australia tidak ada jualan ala warung-warung yang sangat membantu kalau gula lagi abis di rumah hehehe sehingga kita berbelanja di Australia sudah harus terencana apa yang harus dibeli untuk kebutuhan seminggu dan tempat belanjanya pun jauh sehingga memang harus di list sebelum berangkat.
  7. Membawa botol ketika akan ke toilet untuk buang air kecil. Yah ini saya lakukan karena toilet untuk buang air kecil di Australia tidak ada airnya untuk mencuci si Mr. jadinya saya harus menyiapkan air di botol kemana-mana.
  8. Jam kerja dan belajar pada pagi hari rata-rata dimulai pukul 9 dan 10 di Australia sementara di Indonesia sangat lumrah dimulai pukul 7 dan 8. 
  9. Disini ke kelas pakaiannya lebih santai, jangan heran jika mendapati guru memakai celana diatas lutut, mahasiswa memakai sandal jepit, mahasiswa memakai tank top ke kelas dan memakai T-shirt ke dalam kelas. Hal yang sangat tidak lazim di Indonesia dan dianggap tidak sopan.
  10. Disini saya harus terbiasa kembali memanggil orang-orang lebih tua dari saya seperti guru dan dosen dengan nama panggilan mereka tanpa memanggil Mr. Sir dan Mrs. Bahkan disini terkesan kurang sopan apabila yang bersangkutan sudah menyampaikan untuk dipanggil dengan nama saja tapi kita tetap memanggil Mr atau Sir.
  11. Sistem perkuliahan yang sangat berbeda yang lebih mengedepankan belajar mandiri. Dosen hanya memaparkan sebagian kecil dari materi perkuliahan namun sebagian besar waktu kita harus digunakan untuk belajar mandiri. Biasanya perkuliahan ada bentuknya external dan internal. External ini tidak ada tatap muka hanya booklet bahan kuliah dikirimkan ke mahasiswa lalu didiskusikan melalui Learning Online System. Internal kuliah tatap muka sebanyak 2 -3 jam per meeting dan total pertemuan sebanyak 12 pertemuan. Ada juga kelas yang hanya 4 kali pertemuan selama 1 semester. 
TO BE CONTINUED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gerakan Donasi Penghafal Qur'an Yatim / Berprestasi

Bismillah THE VOLUNTEERS adalah komunitas yang bergerak dalam dunia Islam dan kemanusiaan. Kali ini kami memperkenalkan program kami khusus...