Minggu, 25 Februari 2018

Saya Mengidap Gangguan Cemas (Bipolar) Alasan Utama Saya Meninggalkan Kementerian Luar Negeri





Keluar dari Kementerian Luar Negeri, butuh pemikiran panjang dan waktu yang lama hingga saya berhasil menuliskan catatan ini. Ada beberapa alasan yang mengharuskan saya menulis catatan ini. Pada awalnya, mungkin hanya keluarga dan teman terdekat saya saja yang berkepentingan untuk mengetahui alasan detil mengapa saya meninggalkan Kementerian Luar Negeri, namun seiring waktu saya sadar dan faham bahwa adalah sebuah kewajaran jika orang ingin mengetahui alasan tersebut dikarenakan tempat kerja yang telah saya tinggalkan merupakan impian dari puluhan ribu anak di negeri ini. Ada sebuah tanggung jawab moral mengapa saya menuliskan catatan ini, karena ada banyak harapan yang diamanahkan kepada saya pada saat memilih berkarir di Kementerian Luar Negeri.

Alasan utama saya meninggalkan Kemlu karena saya telah menemukan bahwa passion saya bukan disana dan keputusan tersebut dibuktikan dengan hasil dan diskusi comprehensive dengan psikolog dan psikiater. Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut berlebihan namun saya menginginkan dalam pengambilan keputusan benar-benar terlepas dari intervensi pihak yang berkepentingan sehingga Kemlu dan saya akhirnya memberikan wewenang kepada Tim Dokter untuk menganalisa kejadian yang saya alami yang akhirnya menyampaikan segala kemungkinan apabila saya tetap bertahan di Kemlu begitupun sebaliknya.

Dan pada akhirnya Hidup adalah Sebuah Pilihan, teman saya pernah berkata tak ada kemenangan yang sejati dalam hidup. Terkadang kita berhasil dalam sesuatu hal tetapi ada bagian lain yang harus kita lepaskan. Saat memilih berkarir sebagai diplomat di Kemlu saya bak memenangkan sebuah pertarungan hebat namun di sisi lain saya melepaskan kehidupan saya bersama keluarga tercinta di Palu, teman dan sahabat yang pada akhirnya saya tidak bisa memenangkan dan mendapatkan semuanya. Sungguh bukanlah hal yang mudah untuk meninggalkan pekerjaan sebagai diplomat namun saya harus jujur dan berani bahwa saya tak menemukan passion saya disana. Memilih untuk keluar dengan sebuah konsekuensi dikepung dengan berbagai pertanyaan dan rasa heran dari berbagai pihak terkait keputusan ini.

Saya menyadari bahwa pada dasarnya tidak ada yang salah dengan pertanyaan dan keheranan tersebut. Di negeri ini siapa yang tidak mengenal Kementerian Luar Negeri, harus diakui bahwa tempat tersebut adalah impian ribuan orang di negeri ini, pekerjaan yang baru saya tinggalkan memiliki nilai kehormatan tinggi. Bahkan sahabat, sepupu dan adik-adik saya adalah orang-orang yang memiliki keinginan untuk berkarir di Kemlu. Sungguh bukan hal mudah memberi mereka alasan, bagaimanapun pasti mereka kecewa.

Kerap kali saya berhadapan dengan orang-orang yang begitu bersemangat dan penuh gairah untuk meraih mimpi mereka berada di tempat tersebut, bagi mereka menjadi diplomat seolah menjadi satu-satunya cita-cita yang pernah ada dalam hidup. Saya pun menyadari bahwa keputusan yang telah saya ambil sedikit banyak telah membuat mereka kecewa. Namun, siapapun itu harus bisa menghargai ketika ada orang lain yang lebih memilih jalan hidup yang mereka anggap pantas bagi mereka. Saya hanyalah orang yang mencoba memandang hidup bahwa ada hal yang jauh lebih berarti dibandingkan sebuah kehormatan dan nilai prestisius lainnya, yakni kesehatan jiwa dan kelangsungan hidup yang lebih baik, inilah alasan utama sehingga saya menempuh proses panjang tanpa lelah.

Harus berani saya katakan bahwa KEMLU dan JAKARTA bukanlah tempat yang bisa menjamin kedua hal tersebut bagi saya. Ada hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup saya yang tidak akan tergeser oleh kepentingan apapun. Semoga pernyataan ini turut pula menjawab rasa penasaran dari beberapa pihak dan saya berharap bisa diberikan pemakluman dari semuanya.

Keputusan untuk meninggalkan KEMLU adalah sebuah proses panjang dan berliku, hampir 2 tahun saya berjuang untuk sebuah “kebebasan” saya, sungguh bukan hal yang mudah. Diawali bagaimana meyakinkan diri saya sendiri bahwa ini adalah langkah yang terbaik bagi saya yang harus saya ambil, lantas bagaimana saya harus bertanggungjawab kedepannya, bagaimana saya harus beradaptasi dengan proses birokrasi yang lumayan rumit, sampai pada bagaimana saya harus menghadapi pertanyaan dan keheranan orang-orang pun tak luput dari pertimbangan saya.

Alhamdulillah Allah masih menunjukkan kebesaranNya lewat berbagai kemudahan dan kelancaran dalam proses ini .

Dulu seorang sahabat pernah berkata bahwa dibutuhkan keberanian tak hanya untuk maju berperang, namun keberanian dibutuhkan saat harus berkompromi pada diri sendiri tentang bagaimana semestinya kita mencari bahagia itu sendiri. Tak ada yang salah dengan KEMLU, hanya sayalah yang TAK tepat untukMU. Saya yakin kamu masih pantas menjadi impian bagi ribuan anak negeri ini. Kau telah menjadi salah satu “guru” kehidupan saya untuk diterapkan di kemudian hari. Didikanmu adalah sebuah pengalaman emas yang sangat bernilai, pernah menjadi bagian dariMU adalah sebuah syukur pribadi pada Allah.

Saya pun menyadari bahwa Tuhan mengatur kehidupan ini pada titik mana kita pantas untuk berdiri, bersabar, bersyukur, hingga berpindah agar kita bisa belajar menemukan kebahagiaan sebagai sebuah proses yang terhargai. Bersyukur atas nikmatNya bukanlah sikap pasif melainkan berusaha menemukan solusi terbaik namun dalam proses pencarian tersebut kita patutlah selalu bersabar. Inilah proses yang memberi saya pelajaran berharga dalam hidup.

Dan pada akhirnya saya memutuskan untuk “pulang” dan mohon doa agar bisa berbakti bagi bangsa dan Negara tercinta. Bakti cinta dan pengabdian saya pada negeri ini akan terus bertambah subur lewat pengabdian di masa mendatang. Terima kasih KEMLU 😇

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gerakan Donasi Penghafal Qur'an Yatim / Berprestasi

Bismillah THE VOLUNTEERS adalah komunitas yang bergerak dalam dunia Islam dan kemanusiaan. Kali ini kami memperkenalkan program kami khusus...